MANFAAT TANAMAN MINDI (Melia azedarach L)
Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros
PENDAHULUAN
Tanaman ini berasal dari daerah himalaya (india) dan sekarang tersebar di seluruh daerah tropis dan subtropis. Tanaman Mindi dapat tumbuh setinggi 9 – 15 m. Kayu mindi sering digunakan sebagai bahan bangunan. Mindi juga sering digunakan sebagai tanaman pelindung di perkebunan kopi dan teh. Buah yang masak akan tetap tinggal di pohon selama beberapa bulan. Kandungan minyak di dalam bijinya sampai 40%. Kandungan minyak ini mengandung bahan aktif alkaloid yang larut di dalam air. Minyak mindi mengandung carotinoid dan meliatin. Kandungan bahan aktif mindi mirip seperti mimba, yaitu: azadirachtin, triol, dan salanin. Tanaman mindi banyak dimanfaatkan untuk pestisida naba.
Perhimpuan Entomologi Indonesia (PEI) dan Perhimpunan Fitopatologi Indonesia (PFI) Komda Sulawesi Selatan
Monday, June 22, 2020
Sunday, June 21, 2020
PENGELOLAAN HAMA ULAT GRAYAK
Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros
PENDAHULUAN
Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros
PENDAHULUAN
Peluang peningkatan produksi jagung dalam negeri masih terbuka lebar, baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal tanam utamanya pada lahan kering di luar Jawa. Meskipun produktivitas jagung nasional meningkat, namun secara umum tingkat produkivitas biji jagung nasional masih rendah yaitu baru mencapai 3,11 t/ha pada tahun 2002 (Ditjen Bina Produksi Tanaman Pangan, 2003). Kegiatan berbagai institusi baik pemerintah maupun swasta telah mampu menyediakan teknologi produksi jagung dengan tingkat produktivitas 4,5-10,0 t/ha tergantung pada kondisi lahan dan penerapan teknologinya. Namun demikian target yang diharapkan sering tidak dapat dicapai karena adanya berbagai kendala. Swastika et al (2004) melaporkan bahwa masalah yang sering dihadapi dalam meningkatkan produksi jagung nasional telah diidentifikasi dan dikelompokkan. Salah satu masalah produksi adalah cekaman lingkungan baik cekaman abiotis maupun biotis. Cekaman biotis berupa gangguan hama, gulma, dan penyakit sering menimbulkan kehilangan hasil yang cukup nyata. Ulat grayak (Spodoptera litura) dapat merusak tanaman 5% sampai 50% (Metcalf dan Metcalf 1993).
Thursday, April 30, 2020
SERANGGA HAMA WERENG JAGUNG
Ayyub Arrahman dan M.Sudjak
Saenong
Balai
Penelitian Tanaman Serealia Maros
PENDAHULUAN
Dalam budidaya
tanaman jagung, kendala yang dapat terjadi adalah adanya gangguan dari hama.
Banyak jenis hama yang telah dilaporkan menyerang tanaman jagung (Sudarmo,
1990). Perkembangan hama pada tanaman jagung dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor lingkungan seperti iklim, pola tanam, varietas rentan, dan faktor biotis
seperti parasit dan predator maupun mikroorganisme lainnya.
Wednesday, April 1, 2020
PEMANFAATAN DAUN SIRSAK SEBAGAI
PESTISIDA NABATI
Balai Penelitian
Tanaman Serealia Maros
Ayyub dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian
Tanaman Serealia Maros
PENDAHULUAN Tanaman sirsak (Annona muricata L) cukup potensial untuk
digunakan seba-gai bahan pestisida hayati. Daun sirsak mengandung senyawa
acetogenin, antara lain asimisin, bulatasin, squamosin, saponin, flavonoid, dan tanin (Plantus 2008) dalam Harsoyo Purnomo dan Afri Utami, 2012). Senya-wa-senyawa tersebut bersifat toksik,
yang dapat mematikan serangga hama tertentu.
Namun, untuk
menentukan batas aman bagi organisme akuatik bukan sasaran perlu dilakukan
pengujian dengan bioassay, untuk menguji toksisitas bahan kimia toksik
(alkaloid) yang terdapat di dalam daun sirsak, atau untuk mengukur timgkat
bahaya kontaminan bahan kimia yang
terdapat di dalam ekstrak daun sirsak terha-dap organisme akuatik (Harsoyo Purnomo dan Afri Utami, 2012).
Kandungan daun sirsak mengandung senyawa acetoginin, antara lain asimisin,
bulatacin dan squamosin. Pada konsentrasi tinggi, senyawa acetogenin
memiliki keistimewan sebagai anti feedent. Dalam hal ini, serangga hama tidak
lagi bergairah untuk melahap bagian tanaman yang disukainya. Sedangkan pada konsentrasi
rendah, bersifat racun perut yang bisa mengakibatkan serangga hama menemui
ajalnya (Septerina, 2002) dalam
Rachmawati Nurjannah, 2012. Acetogenin adalah senyawa polyketides dengan
struktur 30–32 rantai karbon tidak bercabang yang terikat pada gugus 5-methyl-2-furanone.
Rantai furanone dalam gugus hydrofuranone pada C23 memiliki
aktifitas sitotoksik, dan derivat acetogenin yang berfungsi sitotoksik
adalah asimicin, bulatacin, dan squamocin (Shidiqi dkk.,2008) dalam Rachmawati Nurjannah, 2012).
Wednesday, February 26, 2020
PENGENDALIAN SITOPHILUS ZEAMAIS DENGAN PESTISIDA NABATI
Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros
PENDAHULUAN
Kumbang bubuk (S. zeamais M) merupakan hama gudang utama di Indonesia. Serangga ini dapat menyerang biji jagung sejak dipertanaman hingga di penyimpanan dalam gudang. Populasi hama meningkat seiring dengan lamanya penyimpanan. Daya simpan dan mutu jagung selama di penyimpanan sangat dipengaruhi oleh kondisi awal biji sebelum disimpan (kadar air, persentase biji rusak atau pecah) dan ruang penyimpanan. Populasi S. zeamais perlu dikendalikan, karena selain mengakibatkan kerusakan biji dan susut bobot juga menyebabkan kadar air meningkat dapat juga menurunkan sebagai hasil respirasi (Surtikanti, 2004) dalam Hasna dan Usamah Hanif, 2012.
Monday, January 27, 2020
HAMA
SITOPHILUS ZEAMAIS PADA BIJI JAGUNG
Ayyub
Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros
PENDAHULUAN
Menurut
Hasan Basri dkk (2012) Sitophilus pertama kali dikenal pada tahun 1763
di Suriname dan diperkenalkan oleh Linnaeus dengan nama Curculio oryzae. Kemudian namanya
diperbaharui menjadi Calandra oryzae
dan terakhir diubah menjadi Sitophilus oryzae. Pada
tahun 1885 ditemukan Sitophilus zeamais Motschulsky.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa kedua Sitophilus tersebut
merupakan dua spesies yang berbeda, tetapi peneliti yang lainnya menyatakan
bahwa keduanya merupakan variasi dari spesies yang sama. Karena kemiripan dan
hidupnya yang bersama-sama, dahulu hanya disebut sebagai Sitophilus oryzae. Secara umum S. oryzae lebih kecil daripada S. zeamais. Keduanya tidak
dapat dibedakan baik dari morfologi luar dan ukuran tubuh maupun kesukaan
makanannya dilakukan dengan pemeriksaan genitalia (alat kelamin) yaitu aedeagi
pada jantan dan sklerit Y pada betina. Serangga jantan dan betina dapat
dibedakan dari bentuk moncong atau rostrum. Dilihat dari permukaan dorsal,
moncong jantan lebih besar, berbintik-bintik kasar dan kusam. Moncong serangga
betina mulus, berbintik–bintik melebar dan licin. Jika moncong dilihat dari
atas, pada jantan lebih pendek dan lebar, pada betina lebih panjang dan sempit.
Dilihat dari samping moncong betina lebih panjang, kecil dan agak melengkung ke
bawah.
Monday, January 20, 2020
Tingkat Kerusakan Ekonomi Hama Kepik Coklat Pada Kedelai
Muhammad Arifin1 dan Wedanimbi Tengkano2
1 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor
2 Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang
ABSTRACT. Economic Injury Level for The Bean Bug, Riptortus linearis (L.) on Soybean. Decision-making of pest control based on the economic injury level (ElL) was a judicious step to suppress a high risk of the expensive production cost and environmental disturbance. This experiment was conducted to determine the EIL value for the bean bug as a criterion for decision making of pest control using insecticides. The EIL value was determined by the break-even point principle of the pest control, i.e., a balance between the yield loss due to pest control action and cost of the pest control. The results indicated that soybean yield losses due to the bean bug at different bean bug stadia and plant growth stages could be expressed in a linier regression model: y = - 0.007 + 1.746 x (y= yield loss (%); x= bean bug population (bugs/10 hills). At a population range of 0 to 8 bean bugs/10 hills, the higher the population, the higher the yield loss. The EIL value for the bean bug at different bean bug stadia and plant growth stages were expressed in a multiple regression equation: y = 2.328 + 0.008 x1 - 0.717 x2 [y= the EIL value (bugs/10 hills); x1= cost of the
pest control (x Rp 1,000/ha); x2= soybean price (x Rp 1,000/kg). If the cost to control the pest at different plant growth stages was Rp 240,000/ha and the soybean price was Rp 3,000/kg, then the EIL value for the bean bug was 2.1 bugs/10 hills.
Keywords: Bean bug, soybean, economic injury level
Thursday, January 16, 2020
4th International Symposium on Insects (ISoI2020)
The Entomological Society of Malaysia (ENTOMA) is pleased to invite you to participate in the 4th International Symposium on Insects (ISoI2020) that will be held in Penang, Malaysia. This symposium offers events for 2 days consisting of poster and paper presentation from 23rd -24th March 2020, and post trip on 25th March 2020. In line with the theme “Entomology Beyond 2020”, the conference provides a broad-based platform for delegated to interact, highlighting the knowledge and achievement in worldwide insect studies and unveiling the potential of these creepy crawlers which ultimately benefiting the mankind in term of economic stability via sustainable production and enhancement of livelihood. Additionally, the full article will be requested from selected papers which will be published in Serangga, a peer-reviewed journal, indexed in ISI Thomson Reuters-ESCI, Scopus, Zoological Record-Web of Science and CABI abstract.
Subscribe to:
Posts (Atom)