FENOMENA RESURGENSI INSEKTISIDA
Ayyub dan M. Sudjak Saenong
Balai
Penelitian Tanaman Serealia, Maros
PENDAHULUAN
Yang dimaksud dengan istilah resurgensi suatu hama adalah
terjadinya peristiwa peningkatan populasi hama sasaran yang sangat mencolok
jauh melampaui ambang ekonomi segera setelah aplikasi suatu insektisida.
Resurgensi tidak hanya mencakup pengertian meningkatnya populasi hama sasaran
segera setelah selesai pengendalian saja, tetapi juga termasuk berubahnya
status suatu hama menjadi hama sasaran (letusan skunder). Peristiwa tersebut
terjadi sebagai akibat terbunuhnya musuh alami hama akibat penggunaan
insektisida yang berspektrum luas (Untung, 1993; Metcalf, 1982).
Fenomena resurgensi pertama dilaporkan pada penggunaan insektisida
jenis Kalium Arsenat, Kriolit, DDT, BHC, Aldrin, Toxapen dana Paration. Pada
wereng coklat, fenomena resurgensi dilaporkan oleh Heinrichs dan Mochida (1984)
berupa menurunnya tingkat mortalitas, meningkatnya laju reproduksi, memendeknya
stadia nimfa, memanjangnya masa oviposisi dan stadia imago, sedangkan
Bhudasaman et al. (1992) menemukan bahwa insektisida yang dapat
menyebabkan resurgensi adalah Deltametrin.
Aplikasi Dimehypo 290AS
Aplikasi Dimehypo 290 As disusun dalam kisaran 5 perlakuan tingkat
dosis yakni dosis 0,375 l/ha, 0,750 l/ha, pembanding Fentoat 60EC dosis 1,5
l/ha dan kontrol populasi yang dicatat pada pengamatan di Maros nampak adanya
peningkatan (menaik) dengan meningkatnya interval pengamatan dan meningkat
tajam mulai minggu 7-11 mst. Dosis aplikasi Dimehypo 290AS tidak berbeda nyata
dengan petak kontrol kecuali pada 7 mst. Dosis yang berbeda nyata dengan
kontrol dicatat pada perlakuan insektisida pembanding Fentoat 60EC pada taraf
aplikasi 1,5 l/ha. Pada pengamatan di Pangkep, trend padat populasi wereng
coklat umumnya juga meningkat pada semua dosis dengan meningkatnya interval
pengamatan. Pada pengamatan 4, 5 dan 7 mst, seluruh perlakuan tidak nyata pada
taraf uji Duncan 10%, akan tetapi pada pengamatan 8-12 mst, dosis antar
perlakuan ada yang berbeda nyata, tetapi tidak nyata terhadap petak kontrol
kecuali pada perlakuan insektisida pembanding Fentoat 60EC (Tabel 1). Data
tersebut memberi arti bahwa insektisida Dimehypo 290As yang dicobakan pada
wereng coklat berdasarkan pengamatan di Maros dan Pangkep belum memperlihatkan
adanya tanda-tanda resurgensi pada hama sasaran.
Aplikasi Carbosulfan 5G
Aplikasi Carbosulfan 5G disusun dalam kisaran 3 perlakuan tingkat
dosis yakni dosis aplikasi 6, 12 dan 24
kg bahan aktif/ha, 10 kg b.a/ha, Regent 0.3 G 1.8 kg b.a/ha, Fentoat
60EC dan Kontrol. Pengamatan dilakukan pada 10 interval yakni mulai dari
pengamatan 4 sampai 13 mst.
Rata-rata padat populasi wereng coklat menunjukkan trend yang
fluktuatif dari minggu ke minggu berikutnya. Perlakuan dosis nampak tidak nyata
bila dilakukan perbandingan antar perlakuan yang tercatat pada minggu 4, 5, 8,
9 dan 13 mst, akan tetapi semua perlakuan tidak berbeda nyata bila dibandingkan
dengan kontrol (Tabel 2). Dari pengamatan di lapangan nampak bahwa fenomena resurgensi akibat perlakuan
insektisida Karbosulfan 5G terhadap wereng coklat belum nampak, bahkan pada
petak yang mendapatkan perlakuan insektisida pembanding Fentoat 60EC sekalipun.
Aplikasi Carbosulfan 5WP
Aplikasi Imidokloprid 5WP disusun dalam kisaran 3 perlakuan
tingkat dosis yakni dosis 250 g bahan aktif/ha, 500 g b.a/ha, 1000 g b.a/ha,
pembanding Fentoat 60EC dosis 1800 ml b.a/ha, Imidokloprid 200SL 125 g b.a/ha
dan kontrol. Hasil pengamatan yang dilakukan 3 hari sebelum aplikasi I
menunjukkan wereng coklat telah merata pada petak-petak percobaan di lapang.
Padat populasi pada pengamatan I (3mst) telah mencapai ± 129 ekor/70 rumpun.
Rata-rata padat populasi pada 4, 6, 7 dan 8 mst terlihat bahwa populasi wereng
coklat pada petak yang diaplikasi Imidokloprid 5WP dosis 250, 500 dan 1000 g
b.a/ha dan Imidokloprid 200SL dosis 125 ml b.a/ha lebih rendah dibanding
kontrol, sedangkan pada petak yang diaplikasi insektisida pembanding resurgensi
(Fentoat 60EC) dosis 1800 ml b.a/ha sudah menampakkan gejala resurgensi
tercatat mulai pengamatan 5-13 mst, yang dicirikan dengan meningkatnya populasi
dan berbeda nyata dibanding kontrol (Tabel 3).
DAMPAK APLIKASI TERHADAP MUSUH ALAM
Pada Aplikasi Dimehypo
Pengamatan terhadap musuh alam jenis Lycosa pseudoannulata di Maros nampak bahwa pengamatan 3, 5 dan 9
mst semua perlakuan dosis yang dicobakan tidak nyata baik antar perlakuan
maupun terhadap kontrol. Pada pengatan 4, 6, 7, 8 dan 10 mst nampak bahwa
pembanding resurgensi Fentoat 60EC berbeda nyata dengan kontrol, sedangkan
kisaran dosis Dimehypo yang dicobakan nampak tidak konsisten (berfluktuasi).
Terlihat pada populasi pada 4, 8, 10 mst tidak berbeda nyata dengan kontrol
khususnya pada perlakuan tingkat dosis yang dicobakan. Demikian pula pada
pengamatan di Pangkep, padat populasi Lycosa pseudoannulata pada 4-8,
11-12 mst tidak nyata dibanding kontrol, kecuali pada 9-10 mst dimana perlakuan
dosis 0,375 l b.a/ha, 0.750 l b.a/ha dan pembanding Fentoat 60EC berbeda nyata
pada taraf uji 10% DMRT. Ini berarti bahwa tidak terdapat penurunan populasi
musuh alami yang drastis dan berbeda nyata dibanding kontrol akibat aplikasi
insektisida Dimehypo baik di Maros maupun di Pangkep.
Pengamatan terhadap musuh alam jenis Cyrtorhinus lividipennis di
Pangkep nampak bahwa padat populasi yang dicatat dalam 5 interval pengamatan
semuanya tidak berbeda nyata dengan kontrol kecuali pada 9 mst, dimana semua
kisaran dosis yang dicoba dan pembanding resurgensi berbeda dengan kontrol.
Populasinya justru meningkat tajam setelah 10-12 mst, sedangkan pada pengamatan
di Maros nampak bahwa pada 9-10 mst padat populasinya tidak nyata, pada 11 mst
perlakuan dosis 0.375 l b.a/ha berbeda nyata. Nampak yang tercatat ada peningkatan
populasi yang drastis pada 11-12 mst. Ini berarti bahwa dampak aplikasi
insektisida Dimehypo terhadap perkembangan populasi C.lividipennis tidak
nampak bahkan sebaliknya terdapat peningkatan populasi yang tajam.
Pengamatan
terhadap Ophionea nigrofaciata di Maros terlihat bahwa kisaran dosis
yang dicobakan tidak nyata pada 9-10 mst, akan tetapi padat populasi nyata
dibanding kontrol baru nampak pada 12 mst. Hal tersebut tercatat pada perlakuan
dosis 0.375 l b.a/ha dan pada 11 mst yang tercatat pada perlakuan pembanding
Fentoat 60EC. Pengamatan di Pangkep terlihat bahwa pada 10 mst perlakuan tidak
nyata, pada 11 mst hanya dosis 0.375 l b.a/ha yang nyata. Dari pengamatan di
Maros maupun Pangkep nampak bahwa dampak aplikasi insektisida Dimehypo terhadap
perkembangan populasi O.nigrofaciata belum nampak. Di kedua lokasi
penelitian nampak bahwa trend padat populasi terlihat ada peningkatan yang
tidak terlalu tajam.
Pada Aplikasi Karbosulfan
Pengamatan dampak insektisida Karbosulfan terhadap musuh alam
hanya dilakukan terhadap jenis C.lividipennis dan L.pseudoannulata
dengan mengamati populasi dalam 70 rumpun sampel. Pada pengamatan C.lividipennis
nampak bahwa baik perbedaan antar perlakuan maupun terhadap kontrol tidak
nampak mulai 4-9 mst. Perbedaan antar perlakuan nyata pada pengamatan 10-13
mst, akan tetapi perlakuan yang nyata dibanding kontrol ditemukan pada 11 mst
yakni pada perlakuan dosis 6, 12, 24 kg b.s/ha dan pada 13 mst yakni pada
perlakuan dosis 6 kg b.a/ha. Pada pengamatan L.pseudoannulata nampak
bahwa perbedaan antar perlakuan tidak nyata tercatat pada 4, 5, 6, 8, 10, 11,
12 dan 13 mst sedangkan pada 7 dan 9 mst perbedaan antar perlakuan nyata, akan
tetapi tidak nyata dibanding kontrol. Pada pengamatan C.lividipennis nampak
bahwa padat populasinya fluktuatif di lapang, sedangkan pada pengamatan L.pseudoannulata
padat populasinya memperlihatkan trend yang meningkat walaupun tidak
terlalu tajam. Dari fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa dampak aplikasi
insektisida Karbosulfan tidak nyata terhadap perkembangan padat populasi baik C.lividipennis
maupun L.pseudoannulata.
Pada Aplikasi Imidokloprid
Pengamatan dampak aplikasi Imidokloprid terhadap musuh alami jenis
dicatat pada jenis L.pseudoannulata dan C.lividipennis. Pada
pengamatan L.pseudoannulatan terlihat bahwa rata-rata padat populasi
tidak nyata antar perlakuan maupun terhadap kontrol dicatat pada 3, 6, 11 dan
13 mst. Pada pengamatan interval 4 dan 5 mst semua dosis yang dicobakan tidak
nyata dibanding kontrol akan tetapi pembanding Fentoat 60EC nyata. Pada
interval 7 dan 9 mst, semua perlakuan dosis Imidokloprid nyata dibanding
kontrol sedangkan pada 8 dan 10 mst tidak nyata. Pada pengamatan C.lividipennis
interval 7 dan 8 mst terdapat 3 kisaran dosis Imidokloprid yang nyata
dibanding kontrol yakni dosis 250, 500 dan 1000 g b.a/ha sedangkan interval
9-13 mst semua perlakuan tidak nyata dibanding kontrol. Dari fenomena tersebut
dapat disimpulkan bahwa dampak aplikasi Imidokloprid belum nyata berpengaruh
terhadap perkembangan musuh alam jenis L.lividipennis dan C.lividipennis.
Trend perkembangan populasi kedua musuh alam tersebut di atas terlihat sedikit
peningkatan dari waktu ke waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Baco, D., M. Yasin, dan Masmawati. 1996.
Resurgensi insektisida Dimehypo 290 AS terhadap wereng coklat Nilaparvata
lugens dan pengaruhnya terhadap musuh alami. Hasil Penelitian Hama dan
Penyakit 1995/1996. Badan Litbang Pertanian, Balitjas. hal. 90 – 104
Bhudhasamai, P. Silaposorn, and
Shoiwtip. 1992. Effects of for hand spray insecticides on Brown
Planthopper (BPH) resurgence in rice. International Rice Research Newsletter.
No. 17. No. 13. IRRI. Manila. Philippines. pp.20-21
Heinrichs, E.A dan O. Mochida. 1984. From secondary to major pest
status. The case of Insecticide-Induced Rice Brown Planthopper (Nilaparvata
lugens Stal) Resurgence. Protection
Ecology (&) : 201 – 216
Mas’ud, S., dan D. Baco. 1996. Pengaruh
insektisida Karbosulfan 5 G terhadap resurgensi wereng coklat (Nilaparvata
lugens Stal) pada tanaman padi. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit
1995/1996. Badan Litbang Pertanian. Balitjas. hal. 105 – 111
Metcalf., R.L. 1984. Insecticides in pest management. Dalam
R.L. Metcalf dan W.H. Luckman (ed). Introduction to Insect Pest Management.
Edisi kedua. John Wiley & Sons. New York. hal. 217 – 277.
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama
Terpadu. Gajah Mada University Press. 273 hal
Yasin, M., dan D. Baco. 1996. Efikasi dan
resurgensi wereng coklat oleh insektisida Imidoctoprid 5 WP pada tanaman padi.
Hasil Penelitian Hama dan Penyakit 1995/1996. Badan Litbang Pertanian. Balitjas
Maros. Hal 119 – 129.