INFESTASI HAMA
GUDANG DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai Penelitian Tanaman
Serealia Maros
PENDAHULUAN
Faktor
fisika dan kimia dari suatu varietas/galur sorgum sangat berpengaruh terhadap
tingkat serangan. Faktor yang dominan adalah bulu, tingkat kekerasan kulit dan
tinggi rendahnya tingkat kandungan senyawa tanin. Varietas yang mempunyai bulu
yang keras dengan kandungan tanin yang tinggi, tingkat serangan hama biasanya
rendah. Pada biji dengan kandungan tanin rendah bila kondisi kulitnya lunak
maka serangan hama akan tinggi (Nonci et al.,1997). Ini berarti bahwa
tekstur fisika lebih dominan sebagai faktor ketahanan struktural dalam suatu
biji dari pada komposisi kimianya. Keterkaitan antara faktor fisika dan kimia
yang menyusun bukan saja berpengaruh terhadap tingkat kekerasan dan kelunakan
kulit suatu biji sorgum, bahkan berpengaruh terhadap performansi warnanya.
Hasil
pengamatan Mudjisihono dan Darmadjati (1987) dan Suarni et al., (1996)
bahwa sorgum yang mempunyai kandungan tanin yang tinggi, warnanya lebih gelap
(berwarna coklat tua kemerah-merahan) dibanding yang berkadar tanin rendah yang
berwarna coklat muda atau coklat krem. Sedangkan warna itu sendiri berpengaruh
terhadap preferensi suatu serangga dalam mengakses sumber makanan (Harris and
Miller, 1983; Vernon and Bartel, 1985). Fenomena ini membuktikan bahwa terdapat
keterkaitan yang erat sekali antara kadar
suatu unsur kimia yang terkandung dalam biji dengan performansi tekstur fisika
suatu biji, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap preferensi serangga.
Preferensi juga secara umum disamping terkait unsur warna suatu biji, dan
faktor fisiko kimia lain seperti kekerasan bulu
ada tidaknya bulu, ukuran biji dan kadar air biji (Weston Hoffman, 1991;
1992). Kondisi fisikokimia suatu biji akan menentukan suatu makanan termasuk
kategori prefered food atau non prefered food.
INTERAKSI SERANGGA DAN LINGKUNGAN
Ekologi Serangga Hama
Telah banyak
usaha-usaha para ahli untuk melihat lebih jauh tata cara atau upaya untuk
mendapat cara yang mantap atau sebaik mungkin guna dapat mengendalikan dan
mengatasi gangguan hama baik pada kondisi tanaman masih berada di lapangan
maupun pada saat pasca panen (periode penyimpanan). Keberhasilan para ahli
dalam kegiatan dan usaha ini harus ditunjang oleh pengetahuan tentang
urgensinya memahami ekologi suatu serangga hama.
Ekologi hama
adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara faktor luar
lingkungan dengan hama serangga itu sendiri yang menentukan perkembangan maupun
kemunduran dari populasi suatu hama. Faktor-faktor tersebut umumnya hama gudang
yang dibagi atas; a) faktor makanan (kualitas, kadar air), b) faktor iklim
(temperatur, kelembaban, cahaya, aerasi), c) keadaan musuh alamii (predator,
parasit, patogen), d) faktor kegiatan manusia. Faktor-faktor tersebut di atas
dapat mempengaruhi kehidupan hama tanaman dan produk pertanian dalam
penyimpanan, baik secara sendiri maupun secara bersama. Makanan sangat
berpengaruh dalam meningkatkan populasi hama. Iklim sangat berpengaruh baik
terhadap serangga hama maupun musuh alaminya. Keberadaan musuh alamii yang
seimbang dengan serangga hama dapat menekan musuh serangga hama, sebaliknya
bila jumlah populasinya kecil maka peranannya juga semakin kecil. Faktor
kegiatan manusia dalam mengeksploitasi alami atau menekan serangga hama justru
dapat menimbulkan masalah baru dengan munculnya hama. Kasus-kasus seperti
resistensi dan resurgensi suatu hama merupakan contoh konkrit dari faktor ini
diakibatkan oleh kegiatan manusia.
Peranan Faktor Makanan
Pada
hama-hama tanaman pangan, dan produk pertanian dalam penyimpanan, makanan
sangat diperlukan untuk menopang tingkat hidup yang aktif, terutama pada proses
peneluran dan stadium larva. Stadium imago porsinya menjadi kecil karena
periode kehidupannya menjadi relatif pendek apabila hama-hama tersebut telah
meletakkan telur. Kesesuaian makanan erat kaitannya dengan dinamika serangga
memilih sumber makanan yang cocok untuk pertumbuhan populasinya atau dalam
proses perkembangbiakan keturunannya. Sebagai contoh, kandungan protein, lemak
dan P yang tinggi pada komoditas sorgum dibanding beras dan jagung, ternyata
sorgum lebih cocok untuk perkembangbiakan serangga Sitophilus sp (Yayuk et.al.,
1990). Fenomena tersebut memberikan indikasi bahwa kualitas makanan suatu bahan
mempunyai arti yang penting dalam kaitannya dengan percepatan perkembangbiakan
serangga yang pada akhirnya berpengaruh pada tingkatan serangan yang
dilakukannya (kualitas dan kuantitas serangan).
Kualitas Makanan
Kualitas
makanan sangat
berpengaruh terhadap perkembangbiakan serangga hama. Pada kondisi makanan yang
baik dengan jumlah yang cukup dan cocok bagi sistem pencernaan serangga hama
akan menunjang perkembangan populasi, sebaliknya makanan yang berlimpah dengan
gizi jelek dan tidak cocok akan menekan perkembangan populasi serangga
(Andrewartha dan Birch, 1954). Ketidakcocokan faktor makanan dapat ditimbulkan
oleh hal-hal sebagai berikut a) kurangnya kandungan unsur yang diperlukan
serangga, b) rendahnya kadar air bahan, c) permukaan terlalu keras, bentuk
material bahan yang kurang disenangi, misalnya beras lebih disenangi dari pada
gabah.
Kadar Air Bahan
Kondisi
kadar air bahan produk pertanian sangat berpengaruh pada intensitas
kerusakan yang sangat mudah. Hasil penelitian Kalshoven (1981) disimpulkan
bahwa perkembangan populasi kumbang bubuk sangat cepat jika kadar air bahan
simpan lebih dari 15%, sebaliknya bila kadar air bahan diturunkan maka
mortalitas serangga besar sehingga perkembangan populasi terhambat. John (1991)
mencatat bahwa tingkat mortalitas Sitophilus zeamais Motsch mencapai 75%
pada kadar air 9,7%, sedang Mas`ud et al. (1996)
mencatat kadar air 6,8% dan 10% dapat menghambat laju perkembangan
populasi Sitophilus zeamais Motsch.
Peranan
Faktor Iklim
Perkembangbiakan
hama umumnya sangat bergantung pada kondisi iklim mikro (iklim sekitar). Pada
kasus hama gudang, yang dimaksud iklim mikro adalah kondisi iklim ruang simpan.
Unsur-unsur iklim yang sangat berpengaruh pada hama gudang adalah temperatur,
kelembaban, kadar air bahan, cahaya dan aerasi (Husain, 1982; Cho et.al., 1988).
Temperatur.
Hama kumbang bubuk Sitophilus sp memerlukan temperatur optimum antara 250C
– 300C untuk perkembangan. Temperatur sangat berpengaruh dalam
siklus hidup dari fase telur sampai dewasa. Hasil penelitian Yos Sutyoso (1964:
dalam Kartasapoetra, 1991)
diperoleh hasil bahwa pada temperatur 180C dengan (RH 70%) siklus
hidupnya 91 hari, pada temperatur 180C (RH 80%) 70 hari, pada
temperatur 210C (RH 70%) 42 hari, pada temperatur 210C
(RH 80%) 37 hari (Tabel 1).
Kelembaban.
Seperti halnya temperatur serangga hama Sitophilus sp memerlukan kondisi
lembab optimum untuk menopang perkembangbiakannya. Kelembaban optimum untuk
serangga hama Sitophilus sp adalah sekitar 75%. Lebih jauh hasil
penelitian Yos Sutyoso tersebut disimpulkan bahwa siklus hidup sangat
dipengaruhi oleh temperature dan kelembaban. Pada perlakuan temperatur tetap
(210C) dengan perbedaan kelembaban, maka siklus hidupnya adalah
masing-masing 59 hari pada RH 50%, 52 hari RH 60%, 42 hari pada RH 70% dan 37
hari pada RH 80%
Intensitas Cahaya.
Cahaya pada kondisi gelap dan terang sangat berpengaruh terhadap tingkah laku
serangga dalam memilih makanan, dan reproduksi (kopulasi dan peneluran) (Weston
and Hoffman, 1991; Weston and Hoffman, 1992).
Percobaan
pendahuluan pengaruh cahaya(kondisi gelap dan terang) terhadap preferensi
serangga dalam memilih makanan yang dilakukan oleh Sudjak Saenong et al
(1996) disimpulkan bahwa pada pengamatan kondisi terang, preferensi tertinggi
pada pengamatan 24 jam setelah infeksi dicatat pada jagung kuning 16.75%,
terendah pada varietas lokal selayar (sorgum) yakni 3.25%. Pada pengamatan 48
jam, preferensi tertinggi tercatat pada jagung kuning dan putih, trend menurun
tercatat pada varietas IS3552 untuk sorgum masing-masing 13%, terendah pada
varietas selayar 1.50% dan Upcasi 4.30%. Pada pengamatan 48 jam, preferensi
tertinggi tercatat pada jagung putih 25.50%, ICSH91222 dan IS3552 masing-masing
13.75% dan 13%, terendah pada varietas lokal selayar 1.75%, sedang pada 72 jam,
preferensi tertinggi tercatat pada jagung putih dan kuning masing-masing
22.75%, terendah lokal selayar 2.25 %.
Peredaran
Udara. Faktor
peredaran udara dalam ruangan penyimpanan sangat berpengaruh terhadap tinggi
rendahnya kadar air bahan. Udara yang rendah dengan aerasi yang kurang akan
mendukung perkembangan serangga hama dan meningkatkan kadar air bahan yang
berakibat lunaknya kulit dari biji bahan yang disimpan. Dengan demikian
serangga hama khususnya Sitophilus sp akan mudah menggerek bahan simpan
yang kadar airnya tinggi (Mas`ud et al., 1997; Kalshoven, 1981). Pada
percobaan Barley (1959) dalam Kartasapoetra (1991) perihal kebutuhan 02
oleh hama bubuk Sitophilus sp dalam gudang disimpulkan bahwa apabila
kadar CO2 > 40% atau O2 > 2%, hama tersebut dalam semua tingkatan
stadianya akan mati. Apabila kadar CO2 diudara pada kondisi biasa, sedangkan
kadar O2 hanya 4% pada temperatur 290C maka yang mati hanya serangga
dewasanya saja, sebaliknya bila CO2 5% dan O2 pada kondisi biasa, kematian
serangga baru terjadi setelah 3 minggu. Dari fenomena ini dapat disimpulkan
bahwa teknologi aerasi udara sangat berpengaruh dalam menyumbang informasi
tentang cara-cara pengelolaan hama dan sekaligus bahan yang disimpan.
Faktor
Musuh Alami
Seperti
halnya tanaman lain, hama produksi pertanian dalam penyimpanan juga mempunyai
faktor musuh alamii yang terdiri atas predator, parasit dan patogen. Secara
teoritis dapat dikatakan bahwa apabila keseimbangan antara serangga hama dan
musuh alamii sepadan, maka tidak akan terjadi peletupan. Pada kasus hama gudang
teori ini tidak sepenuhnya dapat dijadikan acuan mengingat infestasi bahan
simpan biasanya paling banyak terjadi pada stadium larva yang mana akan sulit
bagi serangga predator untuk melakukan searching terhadap serangga target. Musuh
alami untuk hama gudang yang berbentuk predator misalnya cecak dan tokek yang
memangsa serangga dewasa dalam gudang, juga kumbang Necrobia rufifes dan
larva Omphrate fenestralis dan Omphrate glabrifrons. Musuh
alamii yang berbentuk parasit misalnya Pronops nosuta, yang memarasit
hama larva bubuk, Exidechtinis conescens yang memarasit hama gudang ordo
Coleoptera, sedangkan organisme patogen yang menjadi musuh alamii hama gudang
umumnya adalah kelompok cendawan khususnya yang menyerang ordo Celeoptera.
DAFTAR PUSTAKA
Andrewartha, H.G., and L.C. Birch. 1954. The Distribution and
Abundance of Animals. The University of Chicago Press. Chicago.
Borror, D.J., D.M.De Long and C.A. Triplehorn. 1981. An
Introduction to the Study of Insect.Saunders Collage Publishing.p.356-549.
Cho,K.J., Ryoo, and S.Y. Kim. 1988. Life table statistic of rice
weevil (Coleoptera:Curculionodae) in relation to the presence of rough, brown
and polished rice.Korean.Entomol. 18: 1-16
Hamdani, M., S. Singgih, dan M. Yasin. HG. 1996.Penampilan
beberapa galur/varietas sorgum. Seminar Mingguan Balai Penelitian Tanaman
Jagung dan Serelia Lain.Tgl.19 Januari 1996.
Harris, M.O and J.R. Miller. 1983. Color stimuli and oviposition
behavior of onion fly Delia antiqua (Meigen) (Diptera:Anthomyiidae).
Ann.Entomol.Am.76: 766-771
Husain, I. 1982. The susceptibility of milled rice and rough rice
attack by Sitophilus oryzae (Lin) and Sitophilus zeamais
(Motsch). Bogor Indonesia.Biotrop.
John,P., Sed Lack, Robert, J., Bryan, D. Price, and Maya Siddiqui.
1991. Effect of several management tactics of adult mortality and progeny
production of Sitophilus zeamais (Coleptera:Curculionidae) on stored
corn in the laboratory. Journal of Econ Entomol.84(3): 1042-1046.
Kalshoven, L.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Rivised and
translated by P.A. Vander Laan with Assistance of G.L.H. Rothsid. PT. Ikhtiar
Baru- Van Hoeven. Jakarta.
Kartaspoetra., A.G. 1991. Hama Hasil Tanaman dalam Gudang. PT.
Prince Cipta. Jakarta.
Margot J.G. and J.T. Trumble. 1985. Response of Spodoptera
Exigua (Lepidoptera:Noctuide) Larvae to light.Environ.Entomol.14: 65-653
Mas`ud.S., M. Yasin., D. Baco., S. Saenong. 1996. Pengaruh kadar
air awal biji sorgum terhadap perkembangan kumbang bubuk Sitophilus zeamais.
Hasil-Hasil Penelitian Hama dan Penyakit Tanaman tahun 1995/1996.Badan Litbang
Pertanian, Balitjas Maros.p.35-44.
Mudjisihono, R. dan D.S. Darmadjati. 1987. Prospek kegunaan Sorgum
sebagai sumber pangan dan pakan.Journal Penelitian Pengembangan Pertanian.vol.
VI(I)hal. 1-5
Nonci,N., S. Singgih, dan A. Muis. 1997. Tingkat kerusakan biji
sorgum oleh hama kumbang bubuk gudang.Penelitian Pertanian Tanaman Pangan.Pusat
Penelitian Tanaman Pangan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.vol
15(2):28-33
Ryoo. M.I and H.W. Cho. 1992. Feeding and oviposition prefence and
demography of rice weevil (coleoptera:curculionidae) reared on mixtures of
brown, polished and rough rice. Environ. Entomol. 21:549-555
Santhoy, Q. and M. Rejesus. 1973. The developmental rate, body
weight and reproductive capacity of Sitophilus zeamais Motsch reared on
the natural hosts. Philippine Ento.2:311-321
Suarni dan S. Singgih. 1996. Evaluasi karakter biji
sorgum.Seminar Mingguan Balai Penelitian
Tanaman Jagung dan Serealia Lain. Tgl. 23 November 1996.
Sudjak Saenong. M., Muslimah Hamdani dan Masnawati. 1996. Pengaruh
perbedaan warna sumber makanan pada kondisi terang dan kedap cahaya terhadap
preferensi serangga Sitophilus sp jantan dan betina. Prosiding Seminar
dan Pertemuan Tahunan X, PEI, PFI dan HPTI Komda Sul-Sel. Maros 10 Januari
1996. p.76-84.
Teetes, G.L., K.V.S. Reddy, K. Leuschener and L.R. House. 1983.
Sorgum Insect Identification Hand Book.Information Bulletin no.12. ICRISAT
Tenrirawe., D. Baco, dan W. Akib. 1997. Uji ketahanan
varietas/galur sorgum terhadap hama gudang. Hasil Penelitian Hama/Penyakit
1996/1997
Van der Laan, P.A. 1981. Pest of Crops in Indonesia.Revised from
The plagen van de Cultur gewessen in Indonesia by L.G.G. Kalshoven. PT. Icthiar
Bon Van Hoeve, Jakarta. p.197-201;3870437.
Vernon. R.S. and D.L. Bartel. 1985. Effect of hue, saturation and
intensity on color selection by the onion fly Delia antiqua (Meigen)
(Diptera:Anthomyidae). Environ. Entomol.14:210-216
Wafiah,A., M.Yasin Said, dan D.Baco. 1997. Inventarisasi serangga
hama gudang sorgum di Sulawesi Selatan. Hasil Penelitian Hama dan Penyakit
1996/1997.hal.57-68
Weston, P.A and S.A. Hoffman. 1991. Humadity and tactile Responces
oif Sitophilus sp (coleoptera:curculonidae). Environ. Entomol. 20:1433-1437.
---------------------------------------------------. 1992.
Influence of Starvation, Dehydration and Humadity Differential on Humadity
Responces of Sitophilus sp (coleoptera:curculonidae).Environ. Entomol.
21:1345-1350.
Wright, A.F. 1993. Animal Feeds: Combuning the Best of Both
Worlds. World Agriculture, 1993.Tarling Publishing Group PLC.Hongkong
Yayuk, A.B., A. Ispandi dan
Sudayono. 1990. Sorgum Monograf. Bulletin Malang no.5 Balittan Malang.