Ayyub Arrahman dan M.Sudjak Saenong
Balai
Penelitian Tanaman Serealia Maros
Abstrak
Sumber daya alam plasma nutfah
tanaman rempah Indonesia sangat banyak dan beragam yang tumbuh di hampir
seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini dapat tumbuh dan beradaptasi pada
kondisi agroekologi dan agroekosistem yang cukup beragam, mulai dari wilayah
yang beriklim kering sampai yang beriklim basah. Pada umumnya pemanfaatan
tanaman ini oleh masyarakat masih
terbatas sebagai bahan rempah dan bumbu untuk kuliner, penyedap masakan dan
penyedap cita rasa, pada hal potensi senyawa bioaktif yang dikandungnya sangat berguna
dan manjur dibuat pestisida nabati untuk membasmi hama dan penyakit tanaman, serta
bahan obat kesehatan manusia. Tulisan ini membahas manfaat dan kemanjuran dari
beberapa tanaman rempah yakni tanaman sereh, bawang merah, bawang putih, lombok
merah, cengkeh, kencur, dan lada sebagai pestsisida nabati dalam berbagai tingkat
dosis dan ragam perlakuan. Juga dibahas mengenai kendala dan strategi
pengembangannya untuk memberi informasi ilmu dan teknologi penanggulangan hama kumbang bubuk Sitophius zeamais Motsch pada biji
jagung dipenyimpanan. Diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi penentu kebijakan,
akademisi, peneliti dan praktisi yang punya kompetensi menangani masalah hama
kumbang.
Kata
kunci: tanaman
rempah, hama kumbang bubuk, periode penyimpanan
Pendahuluan
Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 1995, BAB II pasal 19 dengan
tegas menyatakan bahwa, dalam rangka pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT), penggunaan insektisida sintetis seyogianya dipilih sebagai alternatif
terakhir, demikian pula dampak yang ditimbulkan akibat penggunaan senyawa
kimiawi sintetis tersebut, dan harus dipikir sedini mungkin agar dapat ditekan
seminimal mungkin (Anonim 2016a), oleh sebab itu kebijakan pemanfaatan bahan
nabati ramah lingkungan merupakan pilihan yang tepat untuk membangun pertanian masa
depan.
Potensi
dan sumber daya alam plasma nutfah tanaman rempah indonesia yang dimanfaatkan
sebagai pestisida nabati sangat banyak dan beragam, serta tumbuh di hampir
diseluruh wilayah nasantara. Tanaman ini dapat tumbuh dan beradaptasi pada
kondisi agroekologi serta agroekosistem yang cukup beragam, mulai dari wilayah
beriklim kering sampai beriklim basah. Pada umumnya pemanfaatan tanaman ini
oleh masyarakat masih terbatas sebagai bahan rempah dan bumbu dari berbagai
jenis kuliner, penyedap masakan dan penyedap cita rasa. Padahal potensi senyawa
bioaktif yang dikandungnya sangat bermanfaat dan manjur untuk digunakan
membasmi hama dan penyakit tanaman, bahkan sebagai bahan obat untuk dunia
kesehatan (Saenong dan Arrachman 2016).
Sebagai
daerah tropis, Indonesia memiliki flora yang sangat beragam, mengandung cukup
banyak jenis tumbuh-tumbuhan yang merupakan sumber bahan insektisida yang dapat
dimanfaatkan untuk pengendalian hama. Dewasa ini penelitian tentang famili
tumbuhan yang berpotensi sebagai insektisida botani dari penjuru dunia telah banyak
dilakukan. Dilaporkan bahwa lebih dari 1500 jenis tumbuhan dapat berpengaruh
buruk terhadap serangga (Kardinan dan Ruhnayat 2003). Laporan dari berbagai
propinsi di Indonesia menyebutkan lebih 40 jenis tumbuhan berpotensi sebagai
pestisida nabati. Prijono dan Hasan (1995) mencatat bahwa di Indonesia terdapat
50 famili tumbuhan penghasil racun. Famili tumbuhan yang dianggap merupakan
sumber potensial insektisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae,
Piperaceae dan Rutaceae, namun hal ini tidak menutup kemungkinan untuk
ditemukannya famili tumbuhan yang baru. Banyaknya jenis tumbuhan yang memiliki
khasiat sebagai insektisida, maka penggalian potensi tanaman sebagai sumber
insektisida botani sebagai alternatif pengendalian hama tanaman cukup tepat.
Syakir
(2011) mendefenisikan bahwa pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau
majemuk dari tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme
pengganggu tumbuhan, dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas
(pemandul) dan pembunuh dari orgnisme pengganggu tanaman. Selanjutnya Haryono
(2011), menyatakan bahwa pestisida nabati adalah pestisida yang bahan dasarnya
berasal dari tumbuhan, yang dapat berfungsi sebagai zat pembunuh, penolak,
pengikat ataupun penghambat pertumbuhan OPT. Pestisida nabati diartikan pula sebagai
suatu pestisida yang bahan dasarnya dari tumbuhan, dan relatif mudah dibuat walaupun
dengan kemampuan, serta pengetahuan terbatas. Karena terbuat dari bahan alami
atau nabati, maka jenis pestisida ini bersifat mudah terurai (biodegradable) di
alam, sehingga tak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan
ternak peliharaan, karena residunya (sisa-sisa zat) mudah hilang.
Takahashi (1981) mendefenisikan bahwa pestisida nabati adalah bahan
alami yang mengandung senyawa bioaktif yang dapat digolongkan
menjadi tiga, yaitu; a) bahan alami dengan kandungan senyawa antifitopatogenik
(antibiotika pertanian), b) bahan alami dengan
kandungan senyawa bersifat fitotoksik atau mengatur tumbuh tanaman (fitotoksin,
hormon tanaman dan sejenisnya) dan c) bahan alami dengan kandungan senyawa
bersifat aktif terhadap serangga (hormon serangga, feromon, antifidan, repelen,
atraktan dan insektisidal). Mekanisme kerja pestisida nabati melindungi tanaman dari organisme pengganggu antara lain dengan menghambat proses
reproduksi serangga hama khususnya serangga betina, mengurangi
nafsu makan, menolak makanan, merusak perkembangan telur, larva dan pupa
sehingga perkembangbiakan serangga hama dapat dihambat, serta menghambat
pergantian kulit. Selanjutnya mekanisme lainnya adalah dalam kelompok repelan,
yaitu menolak kehadiran serangga misalnya dengan bau yang menyengat, kelompok antifidan,
yaitu mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot, menghambat
reproduksi serangga betina, bertindak sebagai racun syaraf, mengacaukan sistem
hormon di dalam tubuh serangga, kelompok atraktan, yakni sebagai
pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga, dan
mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri (Marianah 2016) dan ada juga kelompok pestisida nabati
yang berpengaruh dalam menurunkan preferensi serangga dalam mengakses sumber
makanan (Bedjo
1993; dan Erliana 1991).
Beberapa tanaman rempah potensial yang
efektif menurunkan serangan hama kumbang bubuk S. zeamais Motsch
Secara
umum tumbuhan khususnya tumbuhan rempah dan obat kaya akan bahan bioaktif,
walaupun hanya sekitar 10.000 jenis produksi metabolit sekunder yang telah
teridentifikasi, tetapi sesungguhnya jumlah
bahan kimia pada tumbuhan yang potensial sebagai pestisida nabati dapat melampaui 400.000 jenis. Grainge et al 1984 dalam Sastrosiswojo (2002), melaporkan ada 1800 jenis tanaman yang
mengandung pestisida nabati yang dapat digunakan untuk pengendalian hama. Di Indonesia, sangat banyak jenis
tumbuhan penghasil pestisida nabati, dan diperkirakan sekitar 2400 jenis tanaman yang termasuk ke dalam 235 famili (Kardinan 1999).
Serai atau sereh. Tanaman serai termasuk golongan rumput-rumputan
yang disebut Andropogon nardus atau Cymbopogon nardus. Genus ini meliputi
hampir 80 species, tetapi hanya beberapa jenis yang menghasilkan minyak atsiri
yang mempunyai arti ekonomi dalam dunia perdagangan. Tanaman serai wangi mampu
tumbuh sampai 1-1,5 m. Panjang daunnya mencapai 70-80cm dan lebarnya 2-5 cm,
berwarna hijau muda, kasar dan memiliki aroma yang kuat (Hartati 2012).
Sereh mengandung minyak
atsiri yang komposisinya antara lain sitral, sitronela,
geraniol, mirsena, nerol, farnesol methil heptenol dan dipentena (Guenther 1990; Herminanto et al 2010). Kandungan yang paling besar adalah sitronela yaitu sebesar 35% dan
graniol (C10H18O)
sebesar 35-40%. Senyawa sitronela mempunyai sifat racun dehidrasi (desiccant).
Racun tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena
kehilangan cairan terus menerus. Serangga yang terkena racun ini akan mati
karena kekurangan cairan. Di samping itu, manfaat dari daun sereh
juga bersifat penolak (repellent) dan bersifat sebagai insektisida,
bakterisida, nematisida.
Kadir et al. (2014) meneliti efektivitas daun sereh (Cymbopogon Citratus (L).Rendle) sebagai
insektisida nabati dalam menekan serangan hama
kutu jagung (Sitophilus spp) pada
beberapa wadah. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh wadah penyimpanan dan bentuk
sedian sereh terhadap persentase mortalitas hama, efektivitas pestisida dan jumlah turunan pertama hama kumbang bubuk jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan toples kaca memberikan
pengaruh nyata terhadap persentase mortalitas hama sebesar 51,66%, persentase
efektivitas sebesar 51% dan jumlah turunan pertama sebesar 81 ekor (Gambar 1).
Gambar 1. Diagram perbandingan persentase efektivitas pestisida nabati sereh dan
wadah penyimpanan dengan pestisida kimia dalam membunuh hama kumbang bubuk (Kadir et al. 2014)
Selanjutnya ditemukan bahwa ternyata bentuk sedian sereh tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
mortalitas, persentase efektivitas dan jumlah turunan pertama (Gambar 2).
Gambar
2. Hubungan antara lamanya investasi
terhadap persentase mortalitas hama kumbang bubuk pada bentuk sedian berbeda (Kadir
et al 2014)
Menurut Astriani (2012)
menunjukkan hasil sebagai berikut : a) akar wangi dan sereh wangi dengan dosis 5-20% pada
formulasi larutan (ekstrak) mempunyai toksisitas kontak dan pakan terhadap hama
bubuk pada benih jagung, sedangkan pada formulasi serbuk (powder) dan bentuk
asli (non ekstrak) mempunyai toksisitas pakan, b) akar
wangi dan sereh wangi pada dosis 5-20% berbagai formulasi dapat menekan
populasi hama bubuk pada benih jagung dalam penyimpanan selama 9 minggu, c) akar wangi dapat menyebabkan mortalitas hama bubuk
lebih tinggi daripada sereh wangi, dan dosis 20% dapat menyebabkan mortalitas
lebih tinggi dari pada dosis 5 dan 10%, d) aplikasi
akar wangi atau sereh wangi pada dosis 5-20% dengan berbagai formulasi
(ekstrak, non ekstrak dan serbuk) pada penyimpanan benih jagung selama 9
minggu, dapat memperkecil kemerosotan bobot benih namun tidak mempengaruhi daya
tumbuh benih (Tabel
1).
Tabel 1.
Mortalitas hama bubuk jagung Sitophilus spp. dengan
perlakuan akar wangi dan sereh
wangi bentuk asli dan formulasi larutan setelah 9
minggu dalam penyimpanan (%)
Konsentrasi (%)
|
Akar Wangi
|
Sereh Wangi
|
Rata-rata
|
5
|
28,42
|
24,02
|
26,22 a
|
10
|
34,98
|
18,57
|
26,78 a
|
20
|
47,62
|
34,00
|
40,81 b
|
Rata-rata
|
37,01 a
|
25,33 a
|
Ket.: Nilai
diikuti huruf yang sama pada kolom atau baris yang sama tak berbeda nyata
menurut
uji Duncan pada jenjang kepercayaan 5% (Astriani (2012)
Bawang
Merah. Bawang
merah merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak digunakan oleh masyarakat
Indonesia setelah cabai dan kacang panjang. Bawang merah cukup banyak digemari
oleh masyarakat, terutama sebagai bumbu penyedap masakan, bahan obat seperti:
untuk menurunkan kadar kolesterol, terapi, anti oksidan, dan anti mikroba.
Daun Bawang merah mengandung senyawa minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin,
dihidroaliin, lavonglikosida, saponin, peptida, fitohormon, kuersetin dan
acetogenin. Acetogenin pada konsentrasi tinggi, memiliki keistimewaan sebagai
anti-feeden yang dapat menyebabkan serangga tidak bergairah makan. Senyawa
acetogenin dalam konsentrasi rendah akan mengganggu proses pencernaan dan merusak
organ-organ pencernaan, yang berakibat pada kematian serangga (Plantus 2008).
Menurut Fattah dan Syafaruddin (1999); Saenong
dan Masud (2009), bahwa bawang merah
dapat digunakan sebagai pestisida nabati karena mampu menurunkan intensitas
serangan 16,12% dengan tingkat mortalitas serangga sebesar 8,14%. Walaupun
kemampuan membunuh serangga hanya 8,14% akan tetapi pada percobaan lain dengan
serangga target yang berbeda hasilnya cukup baik (Tabel 2). Efek repelensi
cukup significant mengusir serangga target.
Tabel
2. Rata-rata Populasi terakhir,
intensitas serangan, jumlah populasi
mati, dan berat jagung terakhir.
Perlakuan
|
Intensitas serangan (%)
|
Jumlah Populasi
yang mati
|
Populasi Terakhir
|
Berat Jagung
terakhir
|
Kontrol
Abu dapur
Arang halus
Daun sirih
Bawang
merah
Daun cengkeh
Daun dringo
Abu
sekam
|
17,21 a
8,14 b
2,25 c
4,15 bc
16,12 a
6,65 b
3,37 c
5,18 b
|
6,22 e
15,13c
38,17a
27,11b
8,14e
19,27c
31,12ab
21,25c
|
112,00 a
45,17 c
15,14 e
25,10 d
81,25 b
20,21 de
12,19 e
19,01 de
|
972,14 a
763,12 b
650,37 b
891,31 ab
920,13 a
824,26 ab
712,15 b
882,51 a
|
KK
(%)
|
16,51
|
11,34
|
18,14
|
19,17
|
Sumber : Abd Fattah dan Syafruddin (1996); Saenong dan
Masud (2009)
Minyak
atsiri yang terkandung dalam bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam. Menurut Andriana
(1999) bahwa ekstrak bawang putih memiliki daya kerja sebagai insektisida yang
dapat menghambat perkembangan Sitophilus spp.
Selanjutnya dikemukakan bahwa dengan perlakuan taraf konsentrasi 7% saja sudah
mampu menurunkan populasi serangga turunan pertama menjadi nol (tidak diketemukan
adanya populasi F1 yang muncul).
Hasnah dan Usamah Hanif (2010) melaporkan
bahwa: 1) ekstrak bawang putih efekif sebagai insektisida nabati karena pengaruh yang nyata terhadap mortalitas
Sitophilus spp, rata-rata waktu
kematian, persentase kerusakan biji jagung dan jumlah turunan pertama yang muncul, 2)
konsentrasi 6% merupakan konsentrasi yang efektif dalam mengendalikan Sitophilus spp di laboratorium, dengan
tingkat mortalitas sebesar 85,00%, 3) pada perlakuan konsentrasi tertinggi 12%,
ternyata memberikan efek mortalitas Sitophilus
spp tertinggi, rata-rata waktu kematian semakin cepat, persentase kerusakan
biji jagung menjadi rendah dan jumlah turunan pertama yang muncul paling
sedikit, sedangkan pada konsentrasi terendah 2% memberikan efek tingkat
mortalitas S. zeamais Motsch
menunjukkan nilai terendah, rata-rata waktu kematian lebih lama, persentase
kerusakan biji jagung menjadi tinggi dan jumlah turunan pertama yang muncul
tertinggi (Tabel 3).
Tabel
3. Rata-rata mortalitas Sitophilus spp
setelah aplikasi ekstrak bawang putih ada berbagai konsentrasi.
Ket.:
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda
nyata pada
berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil
pada taraf 0,05. Data telah ditransformasi dengan transformasi
ArcSin √x (Hasnah dan Usamah Hanif
(2010)
K1=2%,
2 ml Ekstrak bawang putih + 98 ml
aquades
K2=4%, 4 ml Ekstrak bawang putih + 96 ml aquades
K3=6%, 6 ml Ekstrak bawang putih + 94 ml aquades
K4=8%, 8 ml Ekstrak bawang putih + 92 ml aquades
K5=10%, 10 ml Ekstrak bawang putih + 90 ml aquades
K6=12%, 12 ml Ekstrak bawang
putih + 88 ml aquades
Lombok Merah. Lombok Merah (Capsicum annuum L. ) adalah tanaman yang
termasuk ke dalam keluarga tanaman Solanaceae. Terdapat lima spesies cabai,
yaitu C. annuum, C. frutescens, C. chinense,
C. bacctum, dan C. pubescens. Di antara kelima spesies tersebut yang
memiliki potensi ekonomis ialah C.annuum dan C. frutescens (Agusta 2000; Plantus 2008). Cabai mengandung senyawa kimia yang
dinamakan capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung
juga berbagai senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan
capsaicinoids. Sedangkan Buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis
lanset, merah cerah, dan rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping
tidak berair bijinya berjumlah banyak serta terletak di dalam ruangan buah.
Hasil penelitian Wakman et al. (2003) menunjukkan bahwa dua
bahan nabati dapat menyebabkan kematian serangga yang signifikan yaitu A. conyzoides dengan
mortalitas 86,7% dan sereh 65,3%. Pada konsentrasi yang lebih rendah (10%) efektivitas
A. conyzoides, mortalitas kumbang bubuk hanya 5,7%. Walaupun ekstrak
daun lombok tidak menunjukkan efek membunuh serangga target akan tetapi efek
repelensinya cukup baik. L. camara juga menunjukkan efek insektisida
terhadap kumbang bubuk akan tetapi kurang efektif dibanding A. conyzoides dan
sereh. Jika dibandingkan dengan insektisida anorganik Decis 2,5 EC dan Dursban
dengan konsentrasi hanya 0,1% dapat menyebabkan kematian 100%. Nampak bahwa A.conyzoides
dapat efektif hingga 3 hari setelah aplikasi, pada hari keempat
mortalitasnya tinggal 20% dan pada hari kelima tidak efektif lagi. A. nardus
masa efektifnya lebih pendek hanya 2 hari. Fakta ini menunjukkan bahwa sebenarnya
keempat bahan nabati tersebut dapat berfungsi sebagai repellent artinya jika
ada bahan nabati tersebut kumbang bubuk relatif akan menghindar. A. dan A.
nardus menunjukkan hasil yang lebih baik dibanding yang lain (Tabel 4).
Tabel 4.
Mortalitas hama kumbang bubuk (%) berbagai konsentrasi ekstrak bahan nabati 24 jam setelah aplikasi.
Bahan Nabati
|
Konsentrasi
(%)
|
||
50
|
20
|
10
|
|
Lantana camara
Ageratum
conyzoides
Andropogon
nardus
Capsicum annum
Pembanding :
Decis 2,5 EC
Konsentrasi 0,1%
Dursban
Konsentrasi 0,1%
|
10
86,70
65,30
0
100
100
|
4,30
35,30
45,70
0
100
100
|
0
5,70
5,30
0
100
100
|
Sumber : Wakman et al. (2003)
Tabel 5.
Jumlah serangga yang pindah (efek repellent) pada bahan yang
diberi bahan nabat jagung 800 g + 20 g bahan nabati, dan 100 ekor hama kumbang
bubuk).
Bahan nabati
|
Jam setelah aplikasi
|
|||||
3
|
6
|
12
|
18
|
24
|
26
|
|
Lantana camara
Ageratum
conyzoides
Andropogon nardus
Capsicum annum
Kontrol
|
17
24
21
15
1
|
4
12
7
6
1
|
3
7
2
1
1
|
0
1
1
0
0
|
0
1
0
0
0
|
0
0
0
0
0
|
Sumber : Wakman et
al. (2003)
Lada Hitam. Salah satu tanaman yang bersifat insektisida nabati adalah lada hitam (Piper nigrum).
Tanaman ini mengandung senyawa aktif yang mempunyai daya
meracun antara lain saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, piperin,
piperline, piperolaine, piperanine, piperonal (Conectique 2012 dalam Hasnah et al. 2014). Senyawa piperine yang dikandung lada hitam bersifat
repellent pada Sitophilus spp karena mengeluarkan aroma dan rasa pedas sehingga dapat mempengaruhi
serangga dalam menghasilkan telur dan juga
menimbulkan kematian (Udo et al. 2011; Hasnah et al. 2014). Aroma dan flavor dari lada ditentukan oleh komposisi
minyak volatile, sedangkan kepedasannya diproduksi oleh alkaloid yang tidak mudah menguap, salah
satunya yaitu piperine. Berdasarkan
beberapa literatur, bahwa tanaman lada dapat mengendalikan beberapa hama pascapanen
seperti Sitophilus spp., Callosobrunchus sp., Lasioderma serricorne, Rhizopertha dominica, dan Tribolium castaneum. Senyawa metabolik sekunder yang dihasilkan tumbuhan ini bisa
bersifat sebagai penolak (repellent), penghambat makanan (antifeedant/feeding
deterrent), penghambat peletakan telur (oviposition repellent/deterrent)
dan juga bisa sebagai senyawa racun yang dapat mematikan serangga (Hasnah et al. 2014).
Hasnah et al. (2014), menyatakan bahwa aplikasi
serbuk lada hitam pada biji jagung berpengaruh terhadap mortalitas dan jumlah
imago turunan pertama yang muncul serta persentase kerusakan biji jagung akibat
serangan Sitophilus spp, tetapi tidak berpengaruh terhadap lama imago muncul. Persentase kerusakan
biji jagung tertinggi dijumpai pada kontrol sebesar 7,88% dan terendah pada
aplikasi serbuk lada hitam pada dosis 1 g/100 g biji jagung yaitu 3,10%.
Aplikasi serbuk lada hitam 1 g/100 g biji jagung sudah efektif untuk
mengendalikan Sitophilus spp. karena menghasilkan mortalitas sampai 80%. Lebih jauh Awoyinka et al.
(2006) menyatakan bahwa penggunaan ekstrak lada hitam dengan konsentrasi 1,45
mg/mL dalam waktu 80 menit dapat mengakibatkan kematian 10 imago Sitophilus spp, sedangkan
Ashouri dan Shayesteh (2009) menyatakan bahwa, aplikasi serbuk lada hitam
dengan konsentrasi 0,5% (w/w) dapat mematikan 90% hama kumbang bubuk spesies S.
granarius setelah 5 hari.
Tabel 6.
Rata-rata mortalitas imago Sitophilus spp akibat aplikasi serbuk lada hitam pada 1, 2, 3 dan 4
HSA (Hari Setelah Aplikasi)
Perlakuan
|
Pengamatan (HSA)
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
|
0.0
g
0.2 g
0.4 g
0.6 g
0.8 g
1.0
g
|
0.00 a
7.50 abc
10.00 bc
7.50 ab
10.00 bc
17.50 c
|
0.00 a
20.00 b
27.50 b
35.00 b
22.50 b
47.50 b
|
0.00 a
40.00 b
52.50 b
45.00 b
55.00 b
67.50 b
|
0.00 a
57.50 b
60.00
62.50 b
70.00 b
80.00 b
|
Ket.:
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom sama menunjukkan tidak nyata pada
taraf P
0,05 (Hasnah et al. 2014)
Bunga cengkeh. Tanaman cengkeh
merupakan salah satu tanaman rempah yang dimanfaatkan terutama dalam industri
rokok. Selain itu cengkeh juga dimanfaatkan dalam industri makanan dan
obat-obatan. Sejak tahun 1990an bagian-bagian dari tanaman cengkeh, yaitu daun,
bunga dan gagangnya telah dimanfaatkan pula sebagai bahan baku pestisida nabati untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman. Bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) selain mengandung minyak atsiri, juga
mengandung senyawa kimia yang disebut eugenol, asam oleanolat, asam galoyonat,
fenilin, resin dan gom (Huang
et al. 2002; Velluti et al. 2003). Minyak cengkeh juga
memiliki efek terapi untuk asma dan beberapa alergi (Kim et al. 1998). Kandungan terbesar minyak cengkeh adalah eugenol,
yang bermanfaat dalam pembuatan vanilin, eugenil metil ester, dan eugenil
asetat. Vanilin merupakan bahan pemberi aroma pada makanan, permen, coklat dan
parfum (Guenther 1990). Cara kerja senyawa-senyawa yang dikandung
daun cengkeh adalah menghambat aktivitas makan (anti feedant), mengakibatkan
kemandulan dan bersifat sebagai fungisida.
Pada
pemanfaatan sebagai pestisida nabati untuk hama kumbang bubuk, terlihat
kemampuan menurunkan intensitas serangan tidak terlalu besar yakni hanya
sekitar 6,65%, akan tetapi kemampuan menyebabkan mortalitas serangga relatif
agak tinggi yakni 19,27%. Keadaan ini disebabkan karena efek kerja dari
pestisida ini adalah sebagai antifeedant (menyebakan serangga kehilangan nafsu
makan), maka dari itu mortalitas serangga yang terjadi bukan disebabkan efek kontak
terhadap serangga tetapi kematian disebabkan karena terjadi starvasi dari
serangga terhadap sumber makanan (Fattah dan Syafaruddin 1999; dalam Saenong dan Masud (2009) (Tabel
3).
Kencur. Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan tanaman
tropis yang banyak tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang
dipelihara. Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan bumbu
masak sehingga para petani banyak yang membudidayakan untuk diperdagangkan
dalam jumlah besar. Tanaman kencur yang diperdagangkan adalah buah akar/rimpang
kencur atau rizoma (Soeprapto 1986). Menurut Afriastini (1990), komposisi kandungan
kimia rimpang kencur terdiri dari; 1) etil sinamat, 2) etil p-metoksisinamat,
3) p-metoksistiren, 4) karen 5) borneol, dan, 6) paraffin. Kandungan kimia yang
merupakan komponen utama dari kencur adalah etil p-metoksisinamat (Afriastini 1990).
Selain itu tanaman kencur mempunyai kandungan minyak atsiri 2,4-2,9% yang
terdiri atas etil parametoksi sinamat (30%), kamfer, borneol, sineol, dan penta
dekana. Etil para metoksi sinamat merupakan senyawa turunan sinamat
(Inayatullah 1997). Senyawa kimia yang berperan untuk menekan populasi hama
kumbang bubuk adalah minyak atsiri.
Timoty
(2014) mengemukakan bahwa ekstrak kering kencur dan lama penyimpanan dari
masing-masing perlakuan meningkatkan mortalitas imago hama kumbang bubuk, sehingga
menurunkan jumlah imago dan mengurangi susut bobot benih jagung dalam
penyimpanan.
Keunggulan
dan kelemahannya
Amanupunyo (2016), menyatakan bahwa
pengembangan pestisida nabati cukup sulit karena beberap faktor, akan tetapi
pestisida nabati ini punya peluang untuk dikembangkan dimasa datang dilihat
dari aspek keunggulan antara lain:
1) mengurangi resiko hama
mengembangkan sifat resistensi,
2) tidak mempunyai dampak
yang merugikan bagi musuh alami hama,
3) mengurangi resiko
terjadinya letusan hama kedua,
4) mengurangi bahaya bagi
kesehatan manusia dan ternak,
5) tidak merusak lingkungan
dan persediaan air tanah serta air permukaan,
6) mengurangi
ketergantungan petani terhadap agrokimia,
7) biaya dapat lebih murah,
8) murah dan mudah dibuat
sendiri oleh petani,
9)
tidak menyebabkan keracunan pada tanaman,
10) kompatibel digabung
dengan cara pengendalian yang lain,
11) menghasilkan produk
pertanian yang sehat karena bebas residu,
12) mempunyai sifat
daya racun rendah,
13) tidak mendorong resistensi,
mudah terdegradasi, kisaran organisme sasaran sempit,
14) lebih akrab lingkungan serta lebih
sesuai dengan kebutuhan keberlangsungan usaha tani skala kecil, dan
15)
tidak mencemari lingkungan, lebih bersifat spesifik, residu lebih pendek dan
kemungkinan berkembangnya resistensi lebih kecil.
Selanjutnya Amanupunyo (2016),
mengatakan bahwa pestsida nabati mempunyai banyak kelemahan antara lain :
1) kurang stabil sehingga mudah
terdegradasi oleh pengaruh fisik, kimia maupun biotik dari lingkungannya, maka
penggunaannya memerlukan frekuensi penggunaan yang lebih banyak dibandingkan
pestisida kimiawi sintetik sehingga mengurangi aspek kepraktisannya Kebanyakan
senyawa organik nabati tidak polar sehingga sukar larut di air karena itu
diperlukan bahan pengemulsi,
2) bahan nabati alami juga
terkandung dalam kadar rendah, sehingga untuk mencapai efektivitas yang memadai
diperlukan jumlah bahan tumbuhan yang banyak,
3) bahan nabati hanya
sesuai bila digunakan pada tingkat usaha tani subsisten bukan pada usaha pengadaaan
produk pertanian massal,
4)
apabila bahan bioaktif terdapat di bunga, biji, buah atau bagian tanaman
yang
muncul secara musiman,
mengakibatkan kepastian ketersediaannya yang
akan
menjadi kendala pengembangannya lebih lanjut,
5) kesulitan menentukan
dosis, kandungan kadar bahan aktif di bahan nabati yang diperlukan untuk
pelaksanaan pengendalian di lapangan, sehingga hasilnya sulir diperhitungkan
sebelumnya,
6) daya kerjanya relatif
lambat,
7) tidak tahan terhadap
sinar matahari,
8) kurang praktis dan tidak
tahan disimpan,
9)
kadang-kadang harus diaplikasikan / disemprotkan berulang-ulang.
Kendala dan Strategi
pengembangan ke depan
Kendala. Menurut Natawigena (2000), pestisida nabati dianggap ramah lingkungan
dan biayanya relatif murah, namun kendala dan prospek pengembangannya tidak
semudah yang kita pikirkan. Ada beberapa faktor yang menjadi faktor penghambat
dalam pengembagannya antara lain :
1.
Kegiatan penelitian pestisida nabati masih belum
terpadu (pelaksanaan
penelitian terhadap pestisida masih terputus-putus, menyebabkan informasi dan
data yang dihasilkan belum dapat dijadikan dasar bagi pengembangan pestisida
nabati selanjutnya)
2.
Mahalnya biaya untuk mengembangkan pestisida nabati (pengembangan
pestisida nabati dari mulai pemilihan jasad sasaran, pemilihan jenis bahan
aktif, penyediaan bahan baku, ekstraksi, pemurnian, pembuatan formulasi, paten,
registrasi, pabrikasi dan pemasaran, memerlukan waktu dan biaya sangat besar)
3.
Kebiasaan petani (sosial-budaya) dalam menggunakan
pestisida sintetik (dalam
periode ini masih banyak petani beranggapan bahwa penggunaan pestisida sintetik
dapat menjamin keselamatan hasil tanamannya. Oleh karena itu, ada atau tidak
ada hama terutama pada tanaman ekonomis dilakukan aplikasi pestisida hal ini
menyalahi aturan strategi PHT)
4.
Rendahnya penguasaan teknologi pembuatan pestisida
nabati (masih
terbatasnya penguasaan teknologi dalam pembuatan pestisida nabati, dari mulai
teknik penyediaan bahan baku sampai produksi. Sampai saat ini tanaman penghasil
pestisida nabati belum ada yang dibudidayakan petani.
5.
Pestisida sintetik mendominasi pasar (pestisida
sintetik mudah dipakai dan mudah didapat serta hasilnya segera terlihat
merupakan suatu keunggulan yang telah mendesak/melenyapkan penggunaan pestisida
nabati di pasaran. Juga dari segi harga kalah bersaing, sebab pestisida
sintetik dibuat dari bahan kimia dan bahan bakunya tersedia dalam jumlah banyak
menyebabkan harga produk relatif lebih murah.
Strategi. Kardinan
(2011) menyatakan bahwa strategi pengembangan ke depan yang perlu dilakukan
antara lain :
1)
penyiapan
bahan baku sehingga tidak bergantung pada alam, tetapi harus sudah mulai
dibudidayakan dan dimasyarakatkan agar petani mau menanam bahan baku pestisida,
2)
teknik
pengolahan yang mudah dan murah agar pestisida nabati dapat disediakan sendiri
oleh petani guna memenuhi kebutuhannya,
3)
peningkatan
pemahaman masyarakat terhadap pestisida nabati agar tidak bergantung pada pestisida
sintetis dan sadar bahwa masih ada alternatif pengendalian, yaitu pemanfaatan
pestisida nabati,
4)
distribusi
dan pemasaran agar pestisida nabati terdistribusi ke daerah sehingga petani
mudah memperolehnya pada saat memerlukan,
5)
penelitian
dan pengembangan untuk mengatasi kelemahan pestisida nabati selain memperoleh
temuan baru,
6)
pengembangan indikator keberlanjutan, antara lain
dapat dilihat dari: (a) keuntungan petani; (b) penurunan pasokan pestisida
kimia sintetis; (c) rendahnya residu pestisida kimia pada tanaman, tanah, dan
air; serta (d) penerimaan masyarakat terhadap pestisida nabati.
Kesimpulan
Sereh. Sereh mengandung minyak atsiri yang komposisinya antara lain senyawa sitral, sitronela, geraniol,
mirsena, nerol, farnesol methil heptenol dan dipentena, kandungan yang paling besar adalah sitronela yaitu
sebesar 35% dan graniol (C10H18O) sebesar
35-40%. Senyawa sitronela mempunyai sifat racun dehidrasi (desiccant). Racun
tersebut merupakan racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian karena
kehilangan cairan terus menerus. Serangga yang terkena racun ini akan mati
karena kekurangan cairan. Di samping itu, manfaat dari daun sereh juga bersifat penolak (repellent)
dan bersifat sebagai insektisida, bakterisida, nematisida.
Bawang Merah. Bawang merah mengandung senyawa minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin,
dihidroaliin, lavonglikosida, saponin, peptida, fitohormon, kuersetin dan
acetogenin, pada konsentrasi tinggi, berfungsi sebagai anti-feeden.
Bawang Putih. Bawang putih
juga mengandung senyawa allil sulfida, allil propel disulfide, allil divinil
sulfide, allil vinil sulfoksida, diallil trisulfida, adenosin, allistin,
garlisin, tuberkulosid, dan senyawa fosfor. Ekstrak bawang putih dapat berfungsi
sebagai penolak kehadiran serangga dan dapat mengusir keong, siput dan bekicot,
bahkan mampu membasmi siput dengan merusak sistem saraf. Minyak atsiri yang
terkandung dalam bawang putih mengandung komponen aktif bersifat asam. Senyawa
metabolik sekunder oleh tumbuhan bawang putih bersifat sebagai penolak
(reppelent), penghambat (antifeedant/feeding deterrent), penghambat
perkembangan (oviposition repellent/deterrent) serta dapat berperan sebagai
bahan kimia yang mematikan serangga dengan cepat.
Lombok Merah. Lombok merah
mengandung senyawa kimia yang dinamakan capsaicin
(8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai
senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan capsaicinoids. Ekstrak daun
lombok mempunyai efek repelensi terhadap serangga.
Lada Hitam. Tanaman ini
mengandung senyawa aktif yang mempunyai daya
meracun antara lain saponin, flavonoida, minyak atsiri, kavisin, piperin,
piperline, piperolaine, piperanine, piperonal. Senyawa piperine bersifat
repellent pada S. zeamais Motsch karena
mengeluarkan aroma dan rasa pedas sehingga dapat mempengaruhi serangga dalam menghasilkan telur dan juga
menimbulkan kematian.
Bunga Cengkeh. Bunga cengkeh (S. aromaticum) selain mengandung minyak atsiri, juga mengandung senyawa kimia
yang disebut eugenol, asam oleanolat, asam galoyonat, fenilin, resin dan gom. Cara kerja senyawa-senyawa yang dikandung
daun cengkeh adalah menghambat aktivitas makan (antifeedant),
mengakibatkan kemandulan dan bersifat sebagai fungisida.
Kencur.
Tanaman
kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang
terjadi atas etil parametoksi sinamat (30%), kamfer, borneol, sineol, penta
dekana. Kandungan minyak atsiri tinggi yang berfungsi untuk menekan populasi
hama kumbang bubuk.
Daftar Pustaka
Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri
Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung: Penerbit Institut Teknologi Bandung. Hal.
101.
Amanupunyo, R.D.
Handri. 2016. Pemanfaatan pestisida nabati
dalam perdagangan global. http://dokumen.tips/documents/pestisida-nabati-55b0799898560.html. Diakses tgl 2 Mei 2016.
Andriana, R. 1999. Kajian Daya
Insektisida Ekstrak Umbi Bawang Putih (Allium
sativum) dan Ekstrak Daun Buah Nona (Annona
reticulata L.) Terhadap Serangga Sitophilus
zeamais Motsch. (Skripsi). Jurusan Teknologi
Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
(Tidak dipublikasikan).
Anonim. 2016a. PP No.6
Tahun 1995.
Ashouri, S. and N. Shayesteh.
2009. Insecticidal activities of black pepper and red pepper in powder form on
adults of Rhyzopertha dominica (F.) and Sitophilus granaries (L.). Journal
Entomol. Vol. 31(2):799-804.
Astriani D. 2012. Kajian
bioaktivitas formulasi akar wangi dan sereh wangi terhadap hama bubuk jagung Sitophilus spp.
pada penyimpanan benih jagung.
Jurnal Agrisains Vol.3 No.4, Mei 2012
Asfriatini.J.J.1990. Bercocok
Tanam Kencur. Wakarta. Penebar Swadaya.Jakarta.
Ashouri, S and N. Shayesteh.
2009. Insectisidal activities of black pepper and red pepper in powder form on
adults of Rhyzopertha dominica (F.)
and Sitophilus granarius. Journal
Entomol. Vol. 31(2): 799-804.
Asmiranti, P. 2005. Studi
Pengaruh Ekstrak Bawang Putih (Allium
sativum L.) terhadap Perkembangan Pradewasa Nyamuk Culex pipiens q. Skripsi. Fakultas Kedikteran Hewan. Institut
Pertanian Bogor. Bogor. (tidak dipublikasikan).
Awoyinka, OA, IO Oyewolel, BMW Amos and OF Onasoga.
2006. Comparative pesticidal activity of dichloromethane extracts of piper
nigrum against Sitophilus zeamais and
Calosobruchus maculatus. Journal of
Biotechnology Vol.5 (24): 2446-2449.
Badan Standarisasi Nasional.
2006. Mutu Papan Partikel. Standard Nasional Indonesia (SNI) 03-2105-2006.
Badan Standarisasi Nasional. Indonesia.
Bedjo. 1992. Pengaruh kadar air
awal biji Jagung terhadap laju infeksi kumbang bubuk dalam Astanto et.al (ed). Risalah Hasil Penelitian
Tanaman Pangan Malang Tahun 1991. Balai penelitian Tanaman Pangan Malang p.
294-298.
Bedjo. 1993. Pengaruh pengasapan
kayu Albizia terhadap infestasi hama gudang Sitophilus sp pada
penyimpanan jagung. Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan Malang. Abstrak
Hasil-Hasil Penelitian Pertanian Indonesia. 1995. Vol. XIII No. 1. Badan
Litbang Pertanian. Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian.
Erliana, 1991. Pengaruh bahan nabati, arang dan abu dapur terhadap kerusakan biji jagung dalam penyimpanan. Hasil Penelitian Tanaman Pangan Malang. Balittan Malang
Fattah dan Syfarauddin. 1996.
Pengaruh bahan nabati, arang, abu sekam dan abu dapur terhadap intensitas
serangan Sitophilus spp. Prosiding
Seminar dan Pertemuan Tahunan X PEI, PFI dan HPTI Komda Sulsel.1996.
Guenther, E. 1990. Minyak Atsiri
Jilid 3, Universitas Indonesia
Hartati, S.Y. 2012. Prospek
Pengembangan Minyak Atsiri Sebagai Pestisida Nabati. Jurnal Perspektif 11 (01) : 45-58
Haryono. 2011. Konsep dan
strategi penelitian dan pengembangan pestisida nabati. Makalah disampaikan pada
Semnas Pesnab IV Jakarta 15 Oktober 2011.
Hasnah dan H. Usamah. 2010.
Efektivitas ekstrak bawang putih terhadap mortalitas Sitophilus zeamais Motsch pada jagung di penyimpanan. Jurnal Floratek
5:1-10
Hasnah, R. Masra, dan S. Linda. 2014. Efikasi serbuk lada hitam dalam
mengendalikan hama Sitophilus zeamais
pada biji jagung selama penyimpanan Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri
Sains. Vol.16, No.2 Hal 23-32
Herminanto,
Nurtiati, dan D.M. Kristianti. 2010. Potensi
daun sereh untuk mengendalikan hama Collosobruchus analis F pada kedelai
dalam penyimpanan. Jurnal Agrivigor .3 (No 1).Hal 19-27.
Huang, Y. 2002. Insecticidal
properties of eugenol , isoeugenol and methyleugenol and their effects on
nutrition of Sitophilus zeamais
Motsch . (Coleoptera : Curculionidae) and Tribolium
castaneum (Herbst) (Coleoptera : Tenebrionidae). Journal of Stored Product
Research, 38, pp.403–412
Inayatullah. M. S.1997. Standarisasi
Rimpang Kencur dengan Parameter Etil Para Metoksi sinamat. Skripsi Fakultas
Farmasi Universitas Erlangga.Surabaya. http://repository.
usu.ac.id/bitstream/123456789/25449/2/Reference.pdf. Diakses tgl 14 April 2016
Imdad, H.P dan A.A. Nawangsih. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. PT Penebar
Swadaya, Jakarta.
Inayatullah. M. S. 1997. Standarisasi Rimpang Kencur dengan Parameter
Etil Para Metoksi Sinamat. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas
Erlangga.Surabaya. http://repository. usu.ac.id/bitstream/123456789/25449/2/Reference.pdf.
Diakses tgl 14 April 2016
Jani. 1993. Uji
Aktifitas Tabir Matahari Senyawa Para Metoksi Transinamat dari Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga Linn). Skripsi
Fakultas Farmasi Universitas. Surabaya. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25449/2/Reference.pdf. Diakses tgl 14 April 2016
Kardinan, A. 1999. Pestisida Nabati, Ramuan
dan Aplikasi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Kardinan, A. dan A. Ruhnayat.
2003. Mimba Budidaya dan Pemanfaatannya. Penebar Swadaya. Jakarta. 7-9 h.
Kardinan, A. 2011. Penggunaan
pestisida nabati sebagai kearifan lokal dalam pengendalian hama tanaman menuju
sistem pertanian organik. Pengembangan Inovasi Pertanian 4(4), 2011: 262-278
Kadir, N.N, Rida Iswati, D. Fahria.
2014. Uji Efektivitas Sereh (Cymbopogon Citratus) Sebagai Insektisida
Nabati Dalam Menekan Serangan Hama Kutu Jagung (Sitophilus zeamais) Pada Beberapa Wadah
Penyimpanan. Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Negeri
Gorontalo. http://kim.ung.ac.id/index.php/
KIMFIIP/ article/view/4747/4722. Diakses tgl 25 Pebruari 2016.
Kim,
H.M. 1998. Effect of Syzygium aromaticum extract on immediate
hypersensitivity in rats. Journal of Ethnopharmacology, 60(4), pp.125–131.
Marianah. L. 2016. Membuat
pestisida nabati. http://www.bppjambi.info/newspopup.
asp?id=708. Diakses tgl 14 April 2016.
Natawigena,
D.W. 2000. Beberapa kendala dalam memproduksi pestisida nabati. Staf Pengajar Jurusan Ilmu Hama
dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian UNPAD. (Disajikan dalam Seminar
Nasional ‘PHT Promo 2000’ tanggal 29 Juni 2000).
Novizan. 2002. Membuat dan
Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Agro Media Pustaka: Jakarta
Plantus. 2008. Anekaplantasia.
Plants Clipping Infomations From All Over Media In Indonesia.
Prijono, D., dan E. Hasan. 1995.
Pengaruh ekstrak nimba terhadap perkembangan dan mortalitas Croccidolonia binotalis. Prosiding
Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor 1 – 2
Desember 1993
Prijono, Djoko. 1999. Bahan Pelatihan Pengembangan dan Pemanfaatan
Insektisida Alami. IPB-Press, Bogor.
Porntip, V. and C. Sukpraharn.
1974. Current problems of pest of stored products in Thailand. In Pest of Stored Products. Biotrop
Special Pub. No.33. hal.45-53
Port, G. 2002. Bawang Putih
Membuat Siput Lari. Copiryght @ PT. Kompas Cybermedia. Jakarta
Rejesus, B.M. 1981. Stored
product pest problems and research needs in the Philippines. Proceeding of
Biotrop Symposium on Pest of Stored Product. Bogor,pp.47-63.
Setiawati, R. 2009. Kajian Penggunaan Daun Pepaya,
Daun Belimbing Wuluh, Daun Cente, Daun Jeruk Purut, dan Bunga Kecombrang
sebagai Insektisida Alami Terhadap Perkembangan Sitophilus zeamais Motsch dan Aplikasinya pada Penyimpanan Beras
(Thesis). Di bawah bimbingan Yadi Haryadi.
Saenong, M.S.
2009. Kajian aspek tingkah laku serangga hama kumbang bubuk Sitophilus
zeamays Motsch di laboratorium.
Prosiding Nasional Serealia, Maros, 20 Juni 2009. Pusat Penelitian
Tanaman Pangan, Bogor.
Saenong, S.M dan
S.Mas’ud. 2009. Keragaan hasil teknologi pengelolaan hama kumbang
bubuk pada tanaman jagung dan sorgum. Prosiding Nasional Serealia Maros, 2009.
Saenong, S.M dan A. Arrachman. 2016. Strategi Pengendalian dan
Pengelolaan Hama Kumbang Bubuk (Sitophilus
zeamais Motsch) (Coleoptera: Curculionidae) pada Tanaman Jagung Menunjang
Stabilitas Produksi dan Ketersediaan Pangan Nasional. Indonesian Agency For
Agricultural Research And Development (IAARD) Press 2016.146 halaman
Sastrosiswojo, S. 2002. Kajian sosial
ekonomi dan budaya penggunaan biopestisida di Indonesia. Makalah pada Lokakarya
Keanekaragaman Hayati Untuk Perlindungan Tanaman, Yogyakarta, Tanggal 7 Agustus
2002.
Suprapto. S. 1986. Jamu Jawa
Asli. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta
Syakir, M. 2011. Status
penelitian pestisida nabati pusat penelitian dan pengembangan tanaman
perkebunan. Seminar
Nasional Pestisida Nabati.2011.
Syamsiah, I.S dan Tajudin, 2003. Khasiat
& Manfaat Bawang Putih. Agro Media
Pustaka, Jakarta.
Takahashi,
N. 1981. Application of biologically natural products in agricultural
fields. Dalam Proc. Of Reg. Seminar on Recnet Trend in Chemistry of Natural Product
Research, M.Wirahadikusumah and A.S Noer (Eds.). 110 –132. Penerbit
ITB, Bandung.
Timoty, J.C. 2014. Pengaruh Ekstrak Kering Kencur (Kaemferia Galanga L) Dan Lama Penyimpanan Terhadap Mortalitas Hama
Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais L), Indeks Daya Kecambah Dan Indeks
Kecepatan Kecambah Benih Jagung (Zea mays). Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Jember
(Skripsi).http://dspace.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/60024/JEVLIN%20TIMOTY%20C.%20-%20091510501031_1.pdf?sequence=1.
Diakses tgl 25 Pebruari 2016.
Towaha. J. 2012. Manfaat eugenol cengkeh dalam berbagai industri di Indonesia. The benefits of cloves eugenol in various industries in
indonesia. Jurnal Perspektif Vol. 11 No. 2/Des 2012. Hlm 79 -
90
Udo, IO, MS Ekanem & EU Inyang. 2011. Laboratory
evaluation of west african black pepper (piper guineense) seed powder against
maize weevil (Sitophilus zeamais
Motsch). Journal of Mun. Ent. Zool. Vol.6 No.2. p.56-77. University of Uyo,
Nigeria.
Velluti, A. 2003. Inhibitory effect of
cinnamon , clove , lemongrass , oregano and palmarose essential oils on growth
and fumonisin B 1 production by Fusarium
proliferatum in maize grain. International Journal of
Food Microbiology, 89, pp.145–154.
Wakman W, J. Tandiabang, Masmawati, Suarni,
M. Sudjak Saenong, Haris Talanca, M. Yasin, Said Kontong, Sutjiati. 2003.
Laporan Akhir Pengelolaan Hama Dan Penyakit Utama Jagung Secara Hayati. Balai
Penelitian Tanaman Jagung dan Serealia Lain.
K